Selasa, 01 April 2014

Peran Khadimat Mendidik Anak


Khadimat Mitra Mendidik Anak

Khadimat (pembantu rumah tangga) sebagai mitra mendidik anak merupakan suatu proses pembelajaran yang membutuhkan waktu dan tahapan sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendidik pelayan-pelayannya sehingga mereka sukses di dunia dan di akhirat. Mereka menjadi sahabat-sahabat beliau yang juga berkhidmat kepada agama hingga akhir hayat mereka.Hadirnya seorang khadimat di tengah-tengah keluarga yang sibuk merupakan hal yang tak dapat dipungkiri. Kesibukan suami istri dengan sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan memerlukan orang lain yang bisa membantu yaitu khadimat, khadimat pada dasarnya adalah termasuk suatu profesi yang sudah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering kali mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangganya. Namun setelah hijrah ke Madinah, rumah tangga beliau sangat sibuk. Beliau mempunyai beberapa orang khadimat, baik pria maupun wanita. Para pembantu itu ada yang berasal dari hamba sahaya yang dibeli kemudian di merdekakan oleh beliau, dan ada pula yang memang telah merdeka. Diantaranya adalah: Anas bin Malikradhiyallahu anhu yang membantu keperluan-keperluan Nabi termasuk mengambil air, Abdullah bin Mas`ud radhiyallahu anhu yang menyiapkan sandal dan siwak Nabi, `Uqbah bin Amir radhiyallahu anhupenuntun bighal Nabi apabila beliau bersafar, Asla` bin Syuraik pengurus unta tunggangan Nabi, Aiman bin Ubaid yang mengurus keperluan dan cucian Nabi, Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu, Abu Dzar Al Ghifariradhiyallahu anhu, dan Sa`ad radhiyallahu anhu. Sementara dari kaum wanita adalah: Ummu Aiman, Salma Ummu Ra`fi, Maimunah binti Sa`ad radhiyallahu anha, Khudrah, Radhwa, Raisyahah, dan lainnya.Para sahabat radhiyallahu anhu juga menjalani hidup dengan kesederhanaan yang maksimal, mereka mengerjakan pekerjaan rumah tangganya sendiri tanpa bantuan seorang khadimat. Ali bin Abi Thalibradhiyallahu anhu mennuturkan kehidupan rumah tangganya, "Wahai Ibnu A`bad, maukah aku beritahukan kepadamu tentang diriku dan Fatimah?. Istriku menggiling gandum sendiri sehingga menimbulkan bekas ditangannya, dia mengambil air dengan geriba sehingga berbekas di bahunya, dia menyapu rumah sehingga debu-debu menempel di bajunya, dan dia memasak sendiri sehingga api tungku mengotori pakaiannya." Suatu hari Ali radhiyallahu anhu bersama Fatimah radhiyallahu anha datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. agar diberi seorang pembantu rumah tangga. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:"Maukah aku berikan kalian berdua sesuatu yang lebih baik bagi kalian daripada permintaanmu itu. Jika kamu berdua hendak tidur, ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 33 kali. Hal itu lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pelayan." (Hr. Bukhari - Muslim)

Dan akhirnya mereka memilih amalan itu daripada seorang pembantu. Asma` binti Abu Bakar radhiyallahu anhu juga menuturkan kehidupan rumah tanggannya, bahwa: "Saya berbakti kepada Zubair suamiku, dengan mengurus semua pekerjaan rumah tangganya. Ia mempunyai seekor kuda dan akulah yang mengurusnya, mencarikan rumput dan aku pula yang merawatnya. Aku yang memberinya minum, mengisi kantong airnya, membuat tepung, dan mengangkat air di atas kepalaku dari sumur yang berada di kebun suamiku yang berjarak dua pertiga farsakh (kurang lebih 5 km)."

Karena kesibukan seorang ibu di luar rumahnya sehingga khadimat menjadi ibu kedua bagi anak-anak, karena dia mengambil alih tugas dan tanggung jawab di rumah. Sehingga kadangkala hubungan antara khadimat dengan anak-anak malah lebih akarab daripada dengan ibunya sendiri, hal ini akan berdampak positip dan negatip. Pada suatu sisi anak-anak akan terbiasa mandiri dan terbiasa melakukan sesuatu kegiatan sendiri tanpa ibu, kita tidak akan khawatir bila anak-anak ditinggal lebih lama sehingga sang anak bersikap tidak cengang. Namun pada sisi yang lain anak-anak akan lebih patuh dan penurut terhdap khadimat, karena mereka setiap hari dilayani oleh khadimat yang tampil sebagai ibu dibandingkan ibunya sendiri. Walaupun seorang khadimat mampu menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah tangga dengan baik, tetapi dalam hal mendidik anak tetap ada pengawasan dari orang tuanya, idealnya pendidikan anak dapat wakilkan kepadanya setelah anak itu dapat berkomunikasi secara lisan. Minimal anak dapat bercerita kepada ibunya tentang apa yang dilakukannya seharian bersama khadimat. Hendaknya tidak membiarkan khadimat merusak akidah anak-anak kita, dengan menakut-nakutinya dengan makhluk ketika anak-anak rewel atau menangis. Seperti: kalau nakal nanti ditangkap polisi, kalau tidak mau tidur nanti digigit tikus, awas ada setan, dan sebagainya. Melalui ucapan dan perbuatan, bahkan mimik dan raut wajah khadimat dapat mempengaruhi moral, spiritual, dan sosial sang anak. Karena hal ini dengan mudah direkam dalam memori otak sang anak, yang akan berdampak hingga ia dewasa.

Khadimat sebagai "ibu kedua" akan bisa merusak tatanan keluarga, jika sang ibu menyerahkan semua urusan rumah tangga kepadanya. Ibu yang bijaksana hanya akan memberikan tugas sebatas keperluan fisik saja, misalnya mencuci pakaian, membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan sebagainya. Karena khadimat bukanlah mahram, sehingga bagaimana kita memperlakukannya sesuai dengan statusnya yang bukan mahram. Jangan sampai kebutuhan-kebutuhan suami juga diserahkan kepadanya, yang akhirnya suami ikut "mengurus" khadimat.

Namun hal itu tidak akan terjadi apabila kedua belah pihak (suami-istri dan khadimat) memahami hak dan kewajibannya sebagai hamba Allah bukan hanya sebatas majikan dan pembantu. Sebab khadimat juga adalah manusia biasa, ia punya perasaan yang sama dengan kita dan ia punya hak yang harus dipenuhi selain tempat dan waktu istirahat, pakaian, makanan dan upah yang sesuai.
Islam mengajarkan bahwa manusia dihadapan Allah  subhanahu wata’ala adalah sama, yang membedakan manusia dengan yang lain dan yang dimuliakan oleh Allah  subhanahu wata’ala adalah taqwanya. Peranan khadimat tidaklah sekecil gajinya, pada dasarnya khadimat adalah pekerjaan besar dan mulia yang bernilai ibadah jika sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seluruh Nabi dan Rasul adalah khadimat untuk berkhidmat kepada ummatnya, Bahkan para malaikat diciptakan untuk berkhidmat kepada manusia. Khadimat bukanlah pekerjaan yang rendah sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammemuliakan pembantu-pembatunya.

Kesuksesan yang diraih seseorang atau sekelompok orang pada hakikatnya bukanlah semata-mata hasil infirodiyyah (perseorangan), namun membutuhkan dukungan istrinya di rumah termasuk pembantunya yang mengurus rumah tangganya. Untuk mewujudkan sebuah rumah sebagai "baiti-jannati" (rumahku surgaku) bukan hanya tanggung jawab suami istri, tetapi tanggung jawab seluruh anggota keluarga termasuk pembantu.Majikan dan pembantu sama kedudukannya dihadapan Allah  subhanahu wata’ala:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu, sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujurat: 13)

Jika khadimat seorang muslim, maka haknya sama dengan muslim yang lain: "Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman." (Al Hijr: 88)

Hak dan kewajiban di antara majikan dan khadimat

§ Memberikan pendidikan dengan cara yang ma`ruf

Ajarkan akhlak kepada mereka sebagaimana akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, misalnya: Tidak boleh masuk ke kamar tanpa izin, tidak boleh mengintip atau menguping pembicaraan orang lain. Ajarkan dan perintahkanlah mengamalkan adab-adab sunnah sehari duapuluh empat jam baik kepada dirinya sendiri maupun kepada anak-anak. Tekankan kepada anak-anak bahwa khadimat adalah sosok yang harus dihargai untuk tidak menyuruh khadimat seenaknya, dengan demikian secara tidak langsung kita mendidik anak-anak untuk mau terampil dalam pekerjaan rumah tangga. Sehingga dengan sendirinya ia bisa melakukan pekerjaan yang mampu dia kerjakan. Dan menanamkan pada seluruh anggota keluarga bahwa khadimat bukanlah seorang budak, tetapi ia adalah bagian dari keluarga kita. Ajaklah mereka untuk melaksanakan shalat berjamaah di rumah dan memberi pengetahuan agama (Ta`lim wat-Ta`lum) karena ia adalah tanggung jawab kita.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menjelang sakaratul maut masih sempat berwasiat, "Kerjakanlah shalat dan perlakukanlah dengan baik apa yang berada dalam kekuasaanmu (hamba sahaya)."



§ Tidak menuntutnya untuk mengerjakan pekerjaan yang berat yang belum mampu diselesaikannya.

Jangan membebankan pekerjaan yang terlalu berat dengan target harus beres semua, sementara anak-anak harus terawat dan diawasi ketika kita pergi. Prioritaskan salah-satu kepadanya saja.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

"Apa yang kamu ringankan dari pekerjaan pembantumu akan menambah pahalamu di neraca timbangan kelak." (Hr. Ibnu Hibban)

Ibnu Umar radhiyallahu anhu menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam"Sesama muslim itu bersaudara, tidak boleh menganiaya seorang muslim atau membiarkan ia dianiaya oleh orang lain. Dan barangsiapa menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Dan barangsiapa membebaskan kesukaran seorang muslim di dunia, maka Allah subhanahu wata’ala akan membebaskan kesukarannya di akhirat. Dan barangsiapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di akhirat." (Hr. Bukhari - Muslim)

Keutamaan seorang khadimat sebagai pemimpin di dalam rumah majikannya dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan-pekerjaan dalam rumah tangga majikannya akan mendapatkan pahala ganda. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Bagi seorang hamba jika ia menjalankan amanah, tugas dari majikannya dan beribadah kepada Allah, maka baginya pahala dua kali lipat." (Hr. Bukhari - Muslim)

§ Menjalin tali silaturrahim dan memberi maaf atas kelalaiannya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang merusak hubungan antara pelayannya dan keluarganya, bukanlah dia dari golongan kami. Dan barangsiapa yang nmerusak hubungan seorang wanita dengan suaminya, maka dia juga bukan dari golongan kami." (Hr. Bahaqi)

Ali karramallahu wajhahu pernah memanggil budaknya hingga dua tiga kali, namun tidak ada jawaban dari budaknya. Maka dicarinya budak itu dan ditemukannya sedang berbaring. Lalu ia berkata kepada budaknya, "Apakah engkau tidak mendengar?" Budak itu menjawab, "Ya, sebenarnya saya mendengar panggilan tuan." "Lalu mengapa engkau tak menjawabnya?" tanya Ali. Maka iapun menjawab, "Karena saya yakin bahwa tuan tidak akan menghukumku!" Mendengar jawaban itu Ali berkata kepadanya, "Pergilah, engkau ku merdekakan!"

Dalam sebuah riwayat disebutkan:
"Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Pelayan saya berbuat keburukan dan kedzaliman." Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. menjawab, "Kamu harus memaafkannya setiap hari tujuh puluh kali." (Hr. Baihaqi)

§ Tidak menghardik atau memukulnya

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, "Aku pernah melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamselama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau sama sekali tak pernah mengatakan 'Uh!' karena sesuatu yang aku lakukan. Kenapa engkau kerjakan itu, tidaklah
seharusnya kamu mengerjakan ini."

Abu Mas`ud menceritakan bahwa, Saya sedang memukul budakku dengan cemeti, tiba-tiba terdengar suara dari belakang, 'Ketahuilah wahai Abu Mas`ud!' Karena saya sedang marah, saya tidak memperdulikan suara siapakah itu?. Dan ketika telah dekat kepadaku, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Ketahuilah Abu Mas`ud, bahwa Allah berkuasa membalas engkau melebihi kekuasaanmu terhadap budakmu itu!" maka saya berkata, "Sungguh saya tidak akan memukul hamba sahaya lagi setelah itu."

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersikap demikian kepada hamba sahaya apalagi pembantu rumah kita yang merdeka. Hendaknya menegur khadimat tidak dilakukan di depan anak-anak, begitupun sebaliknya hindari berbeda pendapat apalagi bertengkar dihadapan khadimat. Ali radhiyallahu anhu pernah meminta seorang hamba sahaya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membantunya dalam pekerjaan sehari-hari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Ada tiga orang hamba sahaya padaku, ambillah menurut yang kamu sukai." Kemudian beliau memilih salah seorang dan bersabda, "Ambillah dia, karena dia seorang yang menjaga shalatnya. Janganlah kamu memukulnya karena kita dilarang orang yang menjaga shalatnya."

§ Menjaga hijab

Khadimat adalah bagian dari anggota keluarga, namun ia bukan termasuk mahram. Oleh sebab itu hendaknya menegakkan batasan-batasan syariat, ia harus tetap menjaga hijab terhadap suami dan anak laki-laki yang sudah baligh.Dikisahkan ada seorang lelaki yang terpandang dikalangan penduduk India membeli ghulam (seorang budak laki-laki) lalu dipelihara dan diangkat sebagai anak. Setelah dewasa ia sangat mencintai istri tuannya dan istri tuannya membalas cintanya. Suatu ketika ia berselingkuh dengan istri tuannya, dan tuan putripun tak bisa menolak kemauan budaknya. Pada suatu saat tuan lelaki masuk ke kamar dan memergoki budaknya sedang berada di atas tubuh istrinya. Lalu tuannya mengebiri zakar budaknya. Namun setelah itu ia menyesali perbuatannya terhadap budaknya, dirawatnya budak itu hingga sembuh. Sang budak menyimpan dendam dalam hatinya dan suatu ketika ia membalas tuannya. Kebetulan tuannya mepunyai dua orang anak kecil yang cantik, bagai matahari dan rembulan, yang satu masih bayi dan satunya lagi sudah dapat berjalan.

Pada suatu hari tuannya meninggalkan kedua anaknya bersama budaknya di rumah karena suatu keperluan. Budak iru lau memberikan makanan kepada kedua anak itu dan mengajaknya bermain di atas loteng. Setelah sang tuan pulang, ia kaget melihat kedua anaknya berada di atas loteng bersama budaknya. Ia lalu berkata kepada budaknya, "Celaka kamu, apakah engkau mengingingkan kedua anakku mati?" Budak itu menjawab. "Benar, engkau telah memotong kelaminku maka kedua anak ini akan aku lemparkan, jika engaku tidak mengebiri zakarmu!" Tuannya berkata, "Ingatlah Allah, aku telah membesarkan dan mendidik engkau jangan engkau lakukan hal itu." Budak itu menyahut, "Lupakanlah ucapan itu." Sang tuan berkali-kali memperingatkan tetapi budak itu tak memperdulikannya. Ketika tuannya hendak bermaksud naik ke atas untuk mencegahnya, budak itu membawa kedua anak itu ke tepi jendela. Tuannya lalu mengambil pisau dan mengebiri zakarnya, lalu diperlihatkan kepada budaknya. Setelah budak itu menyasikannya, ia melemparkan kedua anak tuannya dari atas sehingga keduanya mati. Lalu budak itu berkata, "Engkau mengebiri zakarmu sebagai penebus dosamu mengebiri zakarku, sedangkan aku membunuh kedua anakmu sebagai bonus (tambahan) atas perbuatanmu!"

Maka berhati-hatilah dengan perkara ini agar tetap menjaga hijab antara istri dengan pembantu laki-lakinya, suami dan anak laki-laki yang sudah baligh dengan pembantu wanitanya atau sebaliknya. Sebagian orang masih ada yang beranggapan dengan kedudukan pembantu rumah tangga sama dengan seorang budak atau tawanan perang yang secara syari` boleh dimiliki dan meng"halal"kannya, dengan qiyas terhadap kepemilikan budak, sekalipun pembantu rumah tangga itu adalah seorang muslimah. Dengan dalih bahwa mereka telah membelinya dengan "kontrak kerja" sebagaimana yang telah banyak menimpa para wanita muslimah yang menjadi tenaga kerja wanita di negeri jiran. Semoga Allah  subhanahu wata’ala memberikan kepahaman kepada para kaum wanita untuk kembali kepada fitrahnya, sebagai seorang ibu dan seorang istri dalam keluarganya.

§ Memberi makanan dan pakaian yang layak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar para majikan memperlakukan pekerjanya secara manusiawi. "Mereka hamba sahayamu, mereka adalah saudaramu dan pembantumu, Allah menjadikan mereka di bawah kekuasaanmu. Maka barangsiapa yang merasakan bahwa yang di bawah kekuasaanya adalah saudaranya, ia harus memberi makan dari apa yang dimakannya dan diberi pakaian sebagaimana ia berpakaian. Dan jangan memaksakan kepada mereka apa-apa yang tidak mampu mereka kerjakan, jika kamu menyuruh mereka mengerjakan pekerjaan yang berat maka bantulah mereka." (Hr. Bukhari - Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"jika datang seorang pelayanmu membawa makanan untukmu, maka jika tidak duduk makan bersama kamu, hendaknya diberi rasa makanan itu sesuap atau dua suap karena ia telah mengolahnya." (Hr. Bukhari)

§ Memberi upah yang layak dan menyegerakan pembayaran gajinya

Dalam sebuah hadist marfu disebutkan:
"Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. melarang memperkerjakan seorang buruh sebelum jelas upah yang diterimanya." (Hr. Nasa`i)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Berikanlah upah pekerjamu sebelum keringatnya kering." (Hr. Abu Ya`la)
"Berrdosalah orang yang menahan pemberian makanan kepada orang yang menjadi tanggungannya." (Hr. Muslim)

Sumber : Muhammad Zacky...Media Salafy

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Demikianlah, peran terbesar tetap dari kita sebagai orang tua.

-------------
Obat Jerawat

wiwidia mengatakan...

yup..hanya mengkaji.krna demikianlah yang terjadi realitanya.
banyak yang sering mengabaikan hal ini...

maka doakan saya teman...tuk menjadi madrasah utama yang terbaik buat anak anak saya generasi yang terbaik dizamanya nanti.generasi Rabbani